PENYAMAKAN KULIT
IKAN PARI (DASYATIS SP.) DALAM
PEMBUATAN PRODUK VAS BUNGA
Khaeriyah
Nur, Fahrullah, Selfin Tala dan Nur Asia Ibrahim
FAKULTAS
PETERNAKAN, UNIVERSITAS HASANUDDIN
ABSTRAK
Di Indonesia, industri penyamakan kulit
yang menggunakan bahan mentah kulit rata-rata berasal dari hewan darat seperti
kambing, domba, sapi, kerbau dan reptil yang sudah berkembang pesat dan
menghasilkan produk jadi seperti sepatu, tas dan jaket. Masih jarang yang
memanfaatkan bahan mentah kulit ikan menjadi suatu produk kulit. Salah satu kulit
ikan yang menarik untuk dijadikan produk adalah kulit ikan pari. Untuk
mengetahui proses pengolahan yang tepat pada kulit ikan pari, maka diadakanlah
kegiatan Project Base Learning(PJBL). Tujuan PJBL ini adalah untuk melihat proses dan teknik penyamakan
yang baik pada kulit ikan pari dan nilai ekonomi dari kulit ikan pari pada
pembuatan vas bunga. Metode kerja PJBL ini yaitu dengan melakukan teknik
penyamakan kulit pada kulit ikan pari, seperti : penimbangan, pencucian
(washing), perendaman (soaking), proses buang daging (fleshing), pengeluaran
bulu (unhairing), proses pengikisan protein non kolagen/globuler (batting),
pengasaman (pickling), proses penyamakan (tanning), pemeraman (aging),
penetralan, fiksasi (fixation), proses pengeringan (drying) dan pementangan
(tracking), proses pelemasan (staking), proses pengamplasan (buffing). Hasil
yang diperoleh yaitu kulit samak tampak kuat namun tipis, sehingga mudah patah,
namun tampak indah dan menarik karena motif dari kulit ikan pari yang unik. Adapun
nilai rendemen yang diperoleh dari penimbangan berat kulit sebelum pengolahan
dan setelah pengolahan yaitu 75,55%, ini membuktikan bahwa metode penyamak,
efektif dapat mengoptimalkan suatu produk dengan baik. Kesimpulan dari PJBL ini
yaitu kulit ikan pari yang disamak dengan penyamakan nabati (kulit kayu nangka)
menghasilkan kulit ikan pari tersamak yang kuat, tipis, berwarna cerah dan bertekstur
halus, serta nilai rendemen yang cukup tinggi.
Kata kunci : Kulit
Ikan Pari, Penyamakan Kulit, Rendemen
ABSTRACT
In Indonesia, leather
tanning industries that use raw materials leather average derived from
terrestrial animals such as goats, sheep, cows, buffaloes and reptiles that
have been growing rapidly and produce finished products such as shoes, bags and
jackets. It was rarely that
utilize raw materials into a fish skin leather products. One of the fish skin is attractive for
the stingray leather products. To
determine the appropriate processing on the skin of stingrays, the activities
were held Project Base Learning (PJBL). PJBL goal is to see the
process and techniques of good tanning of the skin and stingray economic value
of stingray leather in the manufacture of vases. PJBL methods of this technique by
performing the tannery stingray skin, such as: weighing, washing, soaking, the
waste of meat (fleshing), expenditure fur (unhairing), the erosion of
non-collagen protein / globular (batting), acidification (pickling), tanning
process, curing (aging), neutralization, fixation, drying and tracking process,
relaxation processes (staking), the process of sanding (buffing). The results
obtained are leather looks strong
but thin, so easily broken, but it looks beautiful and interesting because of
the motive of the unique stingray leather. The yield values obtained from
weighing the skin before treatment and after treatment is 75.55%, this proves
that the method of tanning , can
effectively optimize a product well. The conclusion of this PJBL the stingray
leather is tanned with vegetable tanning (skin of jackfruit wood) leather
stingray skin produces a strong, thin, brightly colored and fine-textured, and
the yield is high enough.
Key words : Fish Skin Pari,
Tannery, yield
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Di
Indonesia, industri penyamakan kulit yang menggunakan bahan mentah kulit yang
berasal dari hewan darat seperti kambing, domba, sapi, kerbau dan reptil sudah
berkembang pesat dan menghasilkan produk jadi seperti sepatu, tas dan jaket
yang mutunya tidak kalah dengan produk buatan luar negeri. Sedangkan industri
penyamakan kulit yang menggunakan bahan mentah kulit ikan masih sedikit
jumlahnya.
Pada
saat ini kulit ikan yang digunakan dalam penyamakan masih terbatas kepada jenis
ikan hiu, pari dan kakap. Ikan hiu termasuk jenis ikan besar, kulitnya cukup
tebal dan luas. Ikan pari diambil kulitnya karena corak dari permukaan kulitnya
mempunyai ciri tersendiri yang tidak terdapat pada kulit jenis ikan lainnya,
begitu juga kulit ikan kakap Keuntungan komparatif penggunaan kulit ikan untuk
penyamakan seperti halnya kulit hewan reptil adalah mempunyai ciri yang
spesifik yang tidak dijumpai pada hewan darat. Ciri-ciri tersebut memberikan
nilai tambah tersendiri dan menjadikan barang yang terbuat dari kulit ikan yang
disamak sebagai produk eksklusif dan berharga tinggi.
Seiring dengan
perkembangan ilmu pengatahuan dan teknologi terutama teknologi pengolahan
pascapanen, ikan-ikan yang berasal dari jenis yang kurang disukai dapat dimanfaatkan
untuk kepentingan industri. Salah satu ikan yang kurang disukai adalah ikan
pari yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku industri kulit, yaitu kerajinan
sepatu, dompet, tas, ikat pinggang, dan lain-lain. Hal inilah yang
melatarbelakangi dilaksanakannya kegiatan Project
Base Learning untuk mengetahui proses pengolahan yang tepat untuk kulit
ikan pari.
Tujuan
Tujuan dilakukannya Project Base Learning (PJBL) dengan judul “Penyamakan
Kulit Ikan Pari (Dasyatis Sp) Dalam
Pembuatan Produk Vas Bunga” adalah
untuk melihat proses dan teknik penyamakan yang baik pada kulit ikan pari dan
nilai ekonomi dari kulit ikan pari pada pembuatan vas bunga.
METODOLOGI
PENELITIAN
Waktu
dan Tempat
Project Basic Learning (PJBL)
mengenai Penyamakan dan Pengolahan Kulit Ikan Pari dalam Pembuatan Produk Vas
Bunga dilaksanakan pada tanggal 16 Mei 2011, bertempat di Laboratorium
Teknologi Hasil ternak, Fakultas Peternakan, Universitas Hasanuddin.
Alat dan Bahan
Alat yang digunakan
pada kegiatan ini adalah Pisau, Ember, Skalpel, Pengaduk kayu, Alat pelemas
kulit (Papan tumpul atau lempengan logam), Amplas, Timbangan analitik, Gelas
ukur
Bahan yang
digunakan pada kegiatan ini adalah ikan pari 2 ekor, 1 bungkus garam kasar, tawas bubuk, soda , formalin, Teepol, 1 sabun mandi padat, minyak ikan,
Tissue,
Na2CO3 (soda abu), NaHCO3 (soda kue), Asam
formiat (HCOOH), Asam Sulfat (H2SO4), kapur bangunan
(Na(OH)2), Tanin (kulit kayu nangka), Neocnyne, minyak paradol-AG,
indicator BCG, dan amplas, serta air bersih.
Metode Kerja
Cara
kerja yang dilakukan pada teknik penyamakan kulit ikan pari pada pembuatan
produk Vas Bunga yaitu dimulai dari tahap penyamakan kulit ikan pari sebagai
berikut :
Penimbangan 1
Menimbang
kulit mentah untuk mengetahui berat bersih, kulit yang sudah ditimbang kemudian
dibagi menjadi empat bagian, kemudian ditimbang kembali untuk mengetahui berat
masing-masing bagian.
Pencucian
(Washing) 1
Kemudian
kulit dimasukkan ke dalam ember dan dicuci dengan air mengalir hingga bersih
selama 15 menit. Ini dimaksudkan untuk
membersihkan garam-garam dan kotoran bahan kimia yang digunakan selama proses
pengawetan.
Proses
Perendaman (Soaking)
Pada
ember diisi air sebanyak 500% dari berat kulit dan ditambah bahan kimia
teepol/deterjen 1% kemudian diaduk kembali sampai kulit terlihat putih dan
lemas.
Pencucian
Setelah
proses soaking selesai, kulit dicuci kembali dengan air mengalir selama 15
menit untuk membersihkannya dari bahan pengawet dan kotoran yang telah lepas
pada proses tersebut.
Proses
Buang Daging (Fleshing)
Diatas
papan kulit dibentangkan dan dengan pisau serut daging serta lemak yang tidak
lepas pada proses soaking dibuang secara manual.
Penimbangan
II
Kulit
yang sudah bersih baik dari daging/lemak dan kotoran kemudian ditimbang kembali
dan berat penimbangan ke-II ini akan diajadikan patokan untuk penambahan bahan
kimia selanjutnnya.
Pencucian
III
Kulit
yang telah ditimbang dimasukkan ke dalam ember dan dicuci dengan air yang
mengalir selama 15 menit.
Proses
Pengeluaran Bulu (Unhairing)
Di
dalam ember kulit ditambahkan dengan air sebanyak 300-400%. Kemudian ditambahkan Kristal N2S
2-3%, kemudian ditambahkan 2% kapur bangaunan (Na(OH)2), presentase
dihitung berdasarkan berat kulit setelah proses sebelumnya.
Pencucian
IV
Kulit
yang sudah direndam kemudian dicuci dengan air mengalir selama 15 menit.
Proses
Pengikisan Protein Non Kolagen/Globuler (Batting)
Menghilangkan
sisa-sisa lemak yang tidak larut, menghilangkan zat-zat pada kulit yang tidak
diperlukan serta kapur yang masih ada di dalam kulit. Proses ini menggunakan enzim proteolitik
(hewani maupun nabati) yang berfungsi sebagai degradator (pemulus rantai
peptide protein), enzim dari hewani (pancreas sapi, domba atau ayam) sedang
dari nabati (getah papaya, nenas, dedak)
Proses
Pengasaman (Pickling)
Bertujuan
menghentikan kerja enzim setelah batting, kemudian dimasukkan kembali ke dalam
ember dan ditambahkan air 100% dari berat kulit dan garam 12%, kemudian kulit
diaduk selama 10 menit. Selanjutnya ke
dalam ember ditambahkan HCOOH yang telah diencerkan dengan air dengan
perbandingan 1:10 dan diaduk selama 30 menit.
Asam sulfat (H2SO4) yang telah diencerkan dengan
air dengan perbandingan 1:10 dan telah dibagi kedalam tiga bagian kemudian
dimasukkan ke dalam ember dengan interval 15 menit. Kemudian penampang kulit ditetesi dengan
indikator BCG/ metal orange (2-3 tetes).
Proses
Penyamakan (Tanning)
Menimbang
chrom sebanyak 8% dan dimasukkan pada larutan picle dan kulit pada ember terus
diaduk selama 120 menit. Kemudian
bersisitas larutan dinaikkan dengan jalan menambahkan NaHCO3 yang
telah dilarutkan dengan air 1:10 sebanyak 1% yang dimasukkan 3 kali dengan
interval waktu 15 menit sambil diaduk samapai mencapai pH 3,8 - 4,3.
Pemeraman
(Aging) I
Mengangkat
kulit yang telah disamak dan ditumpuk selama 1 malam dengan cara dua sisi yang
sama bertemu.
Penimbangan
III
Menimbang
kembali kulit untuk dijadikan patokan penambahan bahan kimia selanjutnya pada
proses penyamakan ulang (Retanning).
Pencucian
V
Menimbang
kembali kulit yang telah dicuci dengan air mengalir selama 15 menit.
Proses
Penetralan (Netralization)
Memasukkan
kulit ke dalam ember dan ditambahkan air sebanyak 15% dan NaHCO3 sebanyak 1,5% dari
penimbangan II. Kedua bahan tersebut
dimasukkan ke dalam ember dan diaduk selama 30 menit. Selanjutnya diuji dengan indicator BCG,
kemudian dilakukan penimbangan yang ke-IV.
Pencucian
VI
Mencuci
kembali kulit dengan air mengalir selama 15 menit.
Proses
Fiksasi (Fixation)
Mengencerkan
HCOOH sebanyak 1% dengan perbandingan 1:10 fiksasi dilakukan selama 1 jam dalam
ember.
Pemeraman
II
Pemeraman
dilakukan dengan cara menumpuk kulit pada papan selama 1 malam dengan cara
bagian daging bertemu dengan bagian daging.
Proses
Pengeringan (Drying) dan Pementangan (Tracking)
Membentangkan
kulit pada papan pementangan dan dipaku keliling kemudian dijemur dibawah sinar
mtahari meksimal hingga jam 10 pagi, kemudian dilakukan penimbangan ke-VI.
Proses
Pelemasan (Staking)
Melemaskan
kulit dengan menggunakan botol kaca.
Proses
Pengamplasan (Buffing)
Mengamplas
bagian sisi dalam kulit (bagian daging) dengan menggunakan kertas amplas hingga
permukaan kulit menjadi halus dan rata, kemudian kulit ditimbang lagi.
Analisa Data
Ø Uji Rendemen
Rendemen Kulit =
Penimbangan awal – Penimbangan akhir x 100%
Penimbangan awal
HASIL
DAN PEMBAHASAN
Perubahan Fisik Kulit Samak Ikan Pari
Berdasarkan kegiatan PBL (project base learning) yang telah
dilakukan maka didapatkan hasil
perubahan fisik yang terjadi pada kulit ikan pari yang disamak selama
perlakuan terlihat pada tabel berikut
ini :
Tabel 1. Perubahan fisik pada kulit
samak Ikan Pari setelah pengolahan
Perlakuan
|
Perubahan Fisik
|
Berat Kulit
|
Penimbangan
I
|
Kulit
mentah + daging
|
450
gram
|
Proses
Buang Daging (fleshing) &
Penimbangan II
|
Kulit
Mentah
|
200
gram
|
Proses
perendaman
|
Kulit
pucat, lemas, dan bersih
|
-
|
Proses
pengikisan protein non kolagen (Bating)
|
-
|
-
|
Penimbangan
III
|
-
|
226
gram
|
Proses
pengasaman
|
Dengan
indicator BCG telah menjadi asam yaitu berwarna orange
|
226
gram
|
Proses
penyamakan (tanning)
|
Kulit
tampak kuat, stabil dan kompak
|
-
|
Pemeraman
(Aging) & Penimbangan IV
|
Kulit
tampak kering
|
129
gram
|
Proses
Penetralan & Penimbangan V
|
-
|
263
gram
|
Proses
peminyakan (fatliquoring)&
Penimbangan VI
|
Lemas,
lembek dan halus, serta licin
|
140
gram
|
Proses
pengeringan & pemetangan
|
Keras,
tipis,dan berwarna gelap
|
110
gram
|
Pengamplasan
|
Kulit
bagian dalam licin, halus dan rata
|
-
|
Penimbangan
VII
|
-
|
110
gram
|
Sumber
: Data Primer Praktikum Ilmu dan Teknologi Pengolahan Kulit, 2011
Berdasarkan tabel 1. diatas, telah
diperoleh hasil yang kurang memuaskan karena kulit yang dihasilkan kuat namun
tipis, sehingga mudah patah. Tetapi hal tersebut tidak menjadi penghalang bagi
kami untuk membuat produk vas bunga karena hal tersebut diantisipasi dengan
menggunakan vas bunga yang sudah jadi namun polos, sehingga bisa ditempelkan
kulit ikan pari tersamak pada vas bunga polos tersebut. Dengan kreatifitas dan
kelincahan kelompok kami dalam mendesain model tempelan kulit ikan pari
tersamak tadi, maka dapat dihasilkan produk vas bunga yang indah dan menarik.
Proses buang
daging (fleshing) pada kulit ikan
pari ditujukan untuk menghilangkan daging dan lemak yang masih melekat pada
kulit, sehingga tidak mengganggu proses penyamakan kulit. “Anonim (2011a)
mengemukakan bahwa fleshing bertujuan untuk
menghilangkan daging pada kulit.”
Proses
perendaman bertujuan untuk melemaskan kulit dan
membersihkan kulit dari noda-noda seperti debu atau lemak yang masih
menempel pada kulit. “Anonim (2011d) mengemukakan bahwa perendaman bertujuan
untuk melemaskan kulit terutama kulir kering, sehingga mendekati kulit hewan
yang baru lepas dari badannya. Perendaman juga bertujuan untuk membuang darah,
feses, tanah dan bahan atau zat-zat asing yang tidak hilang pada waktu pengawetan”.
“Maksud perendaman adalah untuk
mengembalikan sifat- sifat kulit mentah menjadi seperti semula, lemas, lunak
dan sebagainya (Hermawan dkk., 2011).”
Proses pengikisan protein (bating) ini menggunakan enzim dari nabati yaitu kulit kayu nangka
yang bertujuan untuk menghilangkan sisa-sisa lemak yang tidak larut,
menghilangkan zat-zat pada kulit yang tidak diperlukan serta kapur yang masih
ada dalam kulit. Kapur akan bereaksi dengan zat penyamak menjadi Kalsium Tannat
yang berwarna gelap dan keras mengakibatkan kulit mudah pecah, makanya
dihasilkan kulit samak ikan pari yang tipis dan keras yang mudah patah, serta
berwarna gelap. “Hermawan dkk.(2011) mengemukakan bahwa proses bating menggunakan enzim protease bertujuan
untuk melanjutkan pembuangan semua zat- zat bukan kolagen yang belum
terhilangkan dalam proses pengapuran antara lain: sisa- sisa akar bulu dan
pigment, sisa- sisa lemak yang tak tersabunkan, sedikit atau banyak zat- zat
kulit yang tidak diperlukan artinya untuk kulit atasan yang lebih lemas
membutuhkan waktu proses bating yang lebih lama, sisa kapur yang masih
ketinggalan”. “Lemak
yang masih menempel pada permukaan kulit akan menghambat reaksi antara bahan
penyamak dengan kulit (Anonim, 2010b).”
Proses pengasaman dimaksudkan untuk menghentikan kerja
enzim setelah bating sehingga tidak
menggangu proses pengolahan penyamakan selanjutnya, serta mengasamkan kulit
agar tidak mudah terserang bakteri pembusuk. “Anonim (2011c) berpendapat
bahwa tujuan
pengasaman adalah selain menghentikan kerja enzim, juga menyiapkan kulit dalam
kondisi asam (pH 2,5-3). Hal ini diperlukan karena proses awal penyamakan khorm
mengacu pada pH 2,5-3. Dalam kondisi asam kulit lebih tahan terhadap serangan
bakteri pembusuk.”
Proses
penyamakan (tanning) menjadikan kulit
yang dihasilkan lebih kuat, stabil dan kompak sehingga lebih mudah untuk diolah
selanjutnya. “Anonim (2009) menyatakan bahwa tanning dirasa sudah cukup apabila larutan
bahan penyamak nabati sudah mendekati jernih. Setelah itu dalam larutan
ditambahkan anti jamur (anti jamur ditambahkan karena proses tanning dilakukan
pada kondisi asam yang merupakan suasana yang baik untuk tumbuh jamur) sambil
dilakukan peremasan selama ± 15 menit. Proses tanning bertujuan untuk merubah kulit yang bersifat labil menjadi
stabil terhadap suhu, bahan kimia, tarikan dan gesekan, serta menjadikan kulit
tahan terhadap pengaruh mikroba.”
Proses pemeraman (aging)
menjadikan kulit tampak kering. “Aging merupakan
lanjutan dari proses tanning, yaitu menggantung kulit pada kuda-kuda selama 1
malam (kulit ditutup dengan plastik). Jika pemeraman / aging terlalu lama maka
kulit akan mengering dan terjadi kristal garam kemudian akan tumbuh jamur.
Tujuannya yaitu untuk mengurangi kadar air dalam kulit, menyempurnakan
terjadinya reaksi antara molekul – molekul zat penyamak chrom dengan
kulit, sehingga dapat memberikan hasil yang lebih baik terutama pada sifat –
sifat kulit tersamak (Anonim, 2011b).”
Proses penetralan ditujukan untuk mentralkan kembali kulit
yang pH-nya asam. “Kulit perlu dinetralkan kembali agar tidak mengganggu
proses selanjutnya. Penetralan biasanya mengggunakan garam alkali misalnya
NaHCO3, Neutrigan dan lainnya (Hermawan
dkk., 2011).”
Proses peminyakan (fatliquoring) menjadikan kulit tampak
lemas, lembek, halus dan licin. “Anonim (2009)
menyatakan bahwa fatliquoring
bertujuan untuk mendapatkan suatu hasil kulit dengan kelemasan tertentu/untuk
mendapatkan hasil kulit yang lebih fleksibel, lebih lunak dan lemas, serta memperkecil daya serap kulit”. “Tujuan
peminyakan antara lain : sebagai pelumas serat- serat kulit agar kulit menjadi
tahan tarik dan tahan getar, menjaga serat kulit agar tidak lengket satu dengan
yang lainnya, serta tahan air (Hermawan dkk., 2011).”
Proses fiksasi yang dilakukan bertujuan untuk mempercepat penguapan
air pada saat dikeringkan. “Anonim (2011d) menyatakan bahwa proses fiksasi (fixation) bertujuan untuk memecahkan
emulsi minyak dan air sehingga airnya mudah menguap pada saat dikeringkan. Bahan
kimia yang digunakan adalah HCOOH yang telah diencerkan 10 kali dengan air, dan
ditambahkan anti jamur.”
Proses pengeringan dan pemetangan bertujuan untuk
mengeringkan sekaligus meregangkan kulit. “Faktor yang mempengaruhi proses pengeringan
dan pemetangan adalah temperatur (suhu). Semakin tinggi temperatur maka
menyebabkan semakin cepat penguapan yang terjadi sehingga akan menyebabkan
kerusakan pada kulit (kulit akan menjadi kaku dan kasar). Selain itu kecepatan
sirkulasi juga berpengaruh karena sirkulasi yang baik akan mempercepat
pengeringan. Tujuannya yaitu : untuk meregangkan sekaligus mengeringkan kulit,
mendapatkan luas yang maksimum dan bentuk yang simetris, dan mengurangi kadar air bebas didalam kulit secara bertahap,
tanpa merusak kulit, zat penyamak dan minyak yang ada di dalam kulit (Anonim,
2010a)”. “Proses pengeringan bertujuan untuk menghentikan semua reaksi kimia
didalam kulit. Kadar air kulit menjadi 3-14% (Hermawan dkk., 2011).”
Pengamplasan pada kulit samak akan menghaluskan permukaannya.
“Pengamplasan bertujuan untuk menghaluskan permukaan kulit (Anonim, 2011d).”
Nilai
Rendemen
Tabel
2. Nilai Rendemen Kulit Samak Ikan Pari
Rendemen
Kulit
|
Persentase
(%)
|
Penimbangan I & II
|
55,55
|
Penimbangan II & III
|
-13
|
Penimbangan III & IV
|
42,92
|
Penimbangan IV & V
|
-103,88
|
Penimbangan V & VI
|
46,77
|
Penimbangan VI & VII
|
27,27
|
Penimbangan sebelum penyamakan &
setelah penyamakan
|
75,55
|
Sumber
: Data Primer Praktikum Ilmu dan Teknologi Pengolahan Kulit, 2011
Berdasarkan
data pada tabel di atas, maka dapat diketahui bahwa nilai rendemen yang
diperoleh dari penimbangan berat kulit sebelum pengolahan dan setelah
pengolahan yaitu 75,55%, ini membuktikan bahwa metode penyamak efektif dapat
mengoptimalkan suatu produk dengan baik. “Zaenab (2008) menyatakan bahwa nilai rendemen merupakan indikator
untuk mengetahui efektif tidaknya metode yang diterapkan pada suatu penelitian,
khususnya tentang optimalitasnya dalam menghasilkan suatu produk. Semakin
tinggi nilai rendemen berarti perlakuan yang diterapkan pada penelitian
tersebut semakin efektif.”
Rendemen pada
penimbangan II dan III, diperoleh nilai rendemen yang rendah yaitu -13%,
dikarenakan pada proses tersebut dilakukan pembuangan daging dan lemak (fleshing), sehingga menurunkan berat dari
kulit itu sendiri. “Anonim (2009) menyatakan bahwa fleshing bertujuan
untuk menghilangkan daging pada kulit.”
Adapun rendemen
pada penimbangan IV dan V diperoleh nilai yang sangat rendah yaitu -103,88%
dikarenakan penimbangan awal telah dilakukan pemeraman sehingga air yang
terkandung dalam kulit sudah banyak yang hilang dan penimbangan berikutnya
dilakukan proses penetralan dimana kulit dimasukkan ke dalam ember dan
ditambahkan air dan bahan-bahan penetralisasi seperti NaHCO3 1,5%. “Anonim
(2010a) menyatakan bahwa pemeraman bertujuan untuk mengurangi kadar air secara
mekanis sekaligus membuka serat-serat kulit agar zat penyamak lebih merekat
lagi kedalam kulit.”
PENUTUP
Kesimpulan
Berdasarkan
hasil dan pembahasan maka dapat ditarik kesimpulan bahwa :
a) Kulit
ikan pari yang disamak dengan penyamakan nabati yakni dengan kulit kayu nangka
dihasilkan kulit ikan pari tersamak yang kuat, tipis, dan berwarna cerah serta
bertekstur halus.
b) Rendemen
yang diperoleh dari penimbangan berat kulit sebelum penyamakan dan setelah
penyamakan yaitu 75,55% yang membuktikan bahwa metode penyamak efektif dapat
mengoptimalkan suatu produk dengan baik.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim.
2011a. Kulit Ikan Pari. http://id.wikipedia.org/wiki/Ikan_pari_manta. [Diakses
tgl 25 Maret 2011]
_______.
2011b. Pengolahan Kulit Ikan Pari. http://www.cybertokoh.com.2006. [Diakses
tgl 28 Maret 2011]
_______.
2011c. Teknik Penyamakan Kulit Ikan Pari. http://webcache
.google usercon tent.com. [Diakses tgl
28 Maret 2011]
_______.
2011d. Artikel Seputar Kulit. http://www.workshopkulit.com/tag/ penyamakan-kulit/. [Diakses tgl 12
Juni 2011]
Anonim.
2010a. Kesehatan Kerja Bagi Perajin
(Kulit, Mebel, Aki Bekas, Tahu & Tempe, Batik). http://dchild8.
blogspot.com/2010/10/.[Diakses tgl 12 Juni 2011]
_______. 2010b. Proses pre-tanning pada Penyamakan Kulit. http://dchild8.
blogspot.com/2010/10/proses-pre-tanning-pada-penyamakan.html. [Diakses tgl 12 Juni 2011]
Anonim. 2009. Proses Penyamakan Kulit Lapis. http://numpangcoret-xfriends.
blogspot.com/proses-penyamakan-kulit-lapis.html. [Diakses tgl 12 Juni 2011]
Hermawan, D., Eneng L. dan Erni V. 2011. Analisis
Mengenai Dampak Lingkungan Industri Penyamakan Kulit. FKM Universitas Siliwangi
: Tasikamalaya.
Zaenab. 2008. Industri Penyamakan Kulit dan
Dampaknya Terhadap Lingkungan. http://keslingmks.wordpress.com. [Diakses Tanggal 28 Maret 2011]
LAMPIRAN
Perhitungan Hasil Uji Rendemen Kulit Ikan Pari
Rendemen Penimbangan I & II = 450 – 200 x
100% = 55,55 %
450
Rendemen Penimbangan II & III = 200 – 226 x 100% = - 13 %
200
Rendemen Penimbangan III & IV = 226 – 129 x 100% =42,92% 226
Rendemen Penimbangan IV & V = 129
– 263 x 100% = - 103,88 %
129
Rendemen Penimbangan V & VI = 263 – 140 x
100% = 46,77 %
263
Rendemen Penimbangan VI & VII = 140 - 110 x 100% = 27,27 %
140
Rendemen
sebelum penyamakan & = 450
- 110 x 100% = 75,55 %
dan
sesudah penyamakan 450