Jumat, 08 Oktober 2010

MANAJEMEN TERNAK POTONG “JENIS KANDANG”

Beberapa hal yang harus diperhatikan berkaitan dengan kandang adalah :
1. Jika sapi yang akan digemukkan berjumlah kurang dari 10, maka jenis kandang yang digunakan adalah kandang tunggal.
2. Jika sapi yang akan digemukkan berjumlah lebih dari 10, maka jenis kandang yang digunakan adalah kandang ganda.
3. Dalam sistem kandang tunggal, sapi ditempatkan ke dalam 1 baris atau berjajar satu dengan yang lainnya.
4. Dalam sistem kandang ganda, sapi ditempatkan dengan cara saling berhadapan atau saling membelakangi satu sama lain.
5. Lantai kandang harus terbuat dari semen dan dilapisi dengan kayu.
6. Luas kandang disesuaikan dengan jumlah sapi yang akan digemukkan.
7. Kandang sapi harus dilengkapi dengan tempat ransum, tempat minum dan juga selokan.



Supaya sapi terhindar dari segala macam bentuk penyakit, beberapa tindakan yang dapat dilakukan untuk mencegah hal tersebut adalah :
1. Membersihkan kandang setiap pagi.
2. Kotoran sapi harus selalu dibuang ditempat khusus.
3. Lantai kandang harus selalu dicuci dan dibebaskan dari genangan air.

Dalam penggemukan sapi, kandang merupakan salah satu faktor penentu dalam keberhasilan. Kalau kita salah dalam mendesain kandang maka akan dihasilkan sapi yang kurang menguntungkan seperti terganggunya kesehatan serta terhambatnya pertumbuhan berat badan.

Beberapa syarat kandang yang baik menurut Bapak Sugito dari Kelompok Tani Sumber Rejeki Desa Daleman Kidul Kecamatan Pakis adalah sebagai berikut :
1) Lokasi kandang harus terpisah dari Rumah Tinggal.
2) Bahan kandang agar ekonomis dengan bahan lokal, lantai cukup dengan batu kali yang disemen dengan kemiringan 5 derajat ke arah saluran pembuangan
3) Cukup ventilasi sinar dan udara.
4) Tempat makan dibuat di depan dan dibuat berbentuk melengkung agar mudah membersihkannya dari sisa-sisa makanan.
5) Bentuk kandang ada yang tunggal (satu baris) atau ganda (berhadapan atau bertolak belakang).
6) Ukuran kandang 1 x 2 m2 untuk per ekor.

Rabu, 06 Oktober 2010

“ PENGKARKASAN AYAM, ITIK & KELINCI”

LAPORAN PRAKTIKUM
ABATOIR & TEKNIK PEMOTONGAN TERNAK


“ PENGKARKASAN AYAM, ITIK & KELINCI”


NAMA : KHAERIYAH NUR
STAMBUK : I 411 08 253
KELOMPOK : II (DUA)
HARI/TGL. : JUM’AT, 14.00 WITA
ASISTEN : MUAMAL HAMIDI














LABORATORIUM TEKNOLOGI HASIL TERNAK
FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2010
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Daging dipasarkan dalam bentuk potongan-potongan tanpa tulang, baik daging segar maupun daging beku, sehingga ada jenis daging has, sandung lamur, gandik dan sebagainya. Pembagian potongan daging tersebut mengikuti aturan tertentu dan masing-masing potongan mempunyai ciri khas dan kualitas tersendiri dalam pengolahan. Misalnya, daging yang berkualitas baik seperti has dalam (lulur) cocok untuk dibuat steak tetapi kurang baik untuk dibuat dendeng karena pada proses penyayatan akan hancur.
Pemasaran hasil olahan daging dari ternak dapat tetap stabil dan kuat di pasaran karena produksi daging yang dihasilkan dapat memenuhi permintaan konsumen. Tingkat keamanan produk yang dihasilkan harus senantiasa selalu diperhatikan dan penanganannya harus baik demi menghasilkan produk yang berkualitas tinggi. Olehnya itu, harus dilakukan penyembelihan/ pemotongan, pemeriksaan, penilaian dan penjualan ternak.
Teknik pemotongan/penyembelihan dan pengkarkasan pada unggas berbeda dengan teknik pemotongan/penyembelihan dan pengkarkasan pada ternak besar/kecil (dalam hal ini diambil kelinci sebagai perwakilannya). Untuk mengetahui perbedaan-perbedaan tersebut, maka diadakanlah praktikum Abatoir Teknik Pemotongan Ternak mengenai teknik pengkarkasan pada ayam broiler, ayam kampung, itik, dan kelinci, sehingga diharapkan praktikan serta mahasiswa pada umumnya dapat mengetahui teknik pengkarkasan pada masing-masing jenis ternak, serta dapat membedakannya.

Tujuan dan Kegunaan
Tujuan praktikum Abatoir mengenai Pengkarkasan Ayam Broiler, Ayam Kampung, Itik dan Kelinci yaitu untuk melakukan proses pemotongan dan pengkarkasan ayam, itik dan kelinci dengan benar, untuk menghitung persentase bagian karkas dan non karkas ayam, itik dan kelinci, mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi persentase karkas, serta untuk membandingkan kualitas karkas ayam, itik dan kelinci berdasarkan persentase karkasnya.
Kegunaannya adalah agar praktikan dapat melakukan proses pemotongan dan pengkarkasan ayam, itik dan kelinci dengan benar, dapat menghitung persentase bagian karkas dan non karkas ayam, itik dan kelinci, dapat mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi persentase karkas, serta dapat membandingkan kualitas karkas ayam, itik dan kelinci berdasarkan persentase karkasnya.












METODOLOGI PRAKTIKUM
Waktu dan Tempat
Praktikum Abatoir dan Teknik Pemotongan Ternak dilaksanakan pada hari Jum’at, 12 Maret 2010, pukul 14.00 WITA sampai selesai di Laboratorium Teknologi Hasil Ternak Fakultas Peternakan Universitas Hasanuddin, Makassar.
Alat dan Bahan
Alat-alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah pisau dapur, scalpel, talenan, timbangan, panci, kompor, baskom dan stopwatch.
Bahan-bahan yang digunakan adalah 1 ekor ayam broiler, 1 ekor ayam kampung, 1 ekor itik, 1 ekor kelinci, air hangat, kertas label, tissue roll, plastik gula/plastik klip, dan sabun cair.
Metode Praktek
Menimbang ayam / itik / kelinci sebelum dipotong; leher dipotong dengan memutuskan bagian arteri karotis, vena jugularis dan esophagus; ternak yang sudah mati dihadapkan/digantung ke bawah dengan posisi kepala berada di bawah agar seluruh darahnya cepat habis (keluar semua), lalu ditimbang kembali untuk mengetahui berat darahnya. Selanjutnya dilakukan stimulasi listrik pada ayam / itik / kelinci untuk mempercepat rigor mortis (dalam percobaan kali ini tidak dilakukan stimulasi listrik berhubung alatnya rusak). Setelah rigor mortis selesai, dilakukan pencabutan bulu dengan terlebih dulu ayam/ itik di celup ke dalam air dengan suhu 50 – 54o C selama 30 – 45 menit untuk ayam, dan 65 – 80o C selama 5 – 30 detik untuk itik (scalding), kemudian ditimbang untuk memperoleh berat bulu. Kemudian di keluarkan isi dalam (evisceration) lalu ditimbang dan dilakukan pengkarkasan dengan memotong kepala, kaki dan leher. Kemudian ditimbang kepala, kaki, leher dan karkasnya. Selanjutnya karkas dipotong-potong menjadi 8 – 10 bagian yang terdiri dari : 2 sayap (wings), 2 paha atas (thight), 2 paha bawah (drum stick), 2 dada (Chicken breast) dan 1 punggung (Back). Kemudian dilakukan boneless (pelepasan daging dari tulang), dipisahkan daging, tulang dan lemak lalu di timbang masing-masing bagian tersebut.
Analisa Data
Persentase Non Karkas=(Berat bagian non karkas)/(Berat hidup) x 100%

Persentase Bagian Karkas=(Berat bagian karkas)/(Berat karkas) x 100%












HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Berdasarkan praktikum Abatoir dan Teknik Pemotongan Ternak yang telah dilakukan, maka diperoleh hasil sebagai berikut:
Tabel 1. Persentase bagian karkas dan non karkas ayam dan itik
Parameter yang
diukur AB AK Itik
kg % kg % kg %
Berat hidup
Berat mati
Berat karkas
Berat darah
Berat bulu
Berat kaki
Berat kepala
Berat leher
Berat punggung
Berat isi dalam:
Jantung
Gizzard
Hati
Usus
Berat lemak
Berat bagian karkas
paha atas kiri
paha atas kanan
paha bawah kiri
paha bawah knn
sayap kiri
sayap kanan
dada kiri
dada kanan
berat daging
berat tulang
berat kulit
0,774
0,751
0,538
0,023
0,062
0,046
0,028
0,029
0,029

0,06
0,02
0,19
0,036
0,016

0,076
0,066


0,042
0,044
0,091
0,079
0,286
0,196
0,062
100
95,56
72,22
2,97
8,01
5,94
3,62
3,75
11,71

7,75
2,58
24,55
4,65


5,38
6,15
56,92
54,61
15,38
16,92
53,38
18,46
9,23
0.752
0.728
0.477
0.024
0.061
0.046
0.0427
-

0.09
0.006
0.023
0.026
0.043

0.057
0.048
0.046
0.044
0.047
0.037
0.37
0.050
0.063
0.256
0.154

100
88
65
2
6
4.7
4.28


9
2.98
3.15
4.8
1.9

8.76
8.31
0.46
8
5.84
6
13.23
14.76
54.46
29.23
11.36
1.189
1.142
0.47
0.047
0.15
0.03
0.08
0.004

0.009
0.6
0.08
0.08
0.02

0.03
0.05
0.06
0.05
0.08
0.06
0.09
0.12
0.32
0.18
0.17 100
96.67
66.67
3.3
10
20
5.33
0.26

0.9
60
8
8
2

3
5
6
5
8
6
9
12
32
18
17


Sumber : Data Hasil Praktikum Abatoir dan Teknik Pemotongan, 2008.
Pembahasan
Berdasarkan hasil percobaan diperoleh bahwa berat hidup pada ayam broiler 0,774 kg dengan persentase 100%. Ini berarti bahwa umur ayam ini lebih dari 50 hari dan umur sangat mempengaruhi berat hidup pada ayam broiler. Hal ini sesuai dengan pendapat Blakely dan Bade (1998), bahwa pada umur 50 hari ayam broiler dapat mencapai bobot hidup rata-rata 1,5 kg dan bobot badan ini sangat dipengaruhi oleh faktor umur.
Ayam kampung memiliki bobot badan 0,752 kg dengan persentase 100%. Ini berarti bahwa ayam kampung ini berumur sekitar 6,8 bulan. Hal ini sesuai dengan pendapat Anonim (2002) bahwa ayam kampung ini biasanya disukai bila mempunyai berat badan 0,8-1,3 kg yaitu umur 6 sampai dengan 8 bulan.
Itik mempunyai bobot hidup 1,372 kg dengan persentase 100%. Ini berarti bahwa umur itik di bawah 8 minggu atau bisa juga disebabkan karena faktor nutrisi. Hal ini sesuai dengan pendapat Blakelay dan Bade (1998), bahwa beberapa bangsa itik dapat mencapai bobot badan 3 kg pada umur 8 minggu. Dan ditambahkan lagi oleh Soeparno (2005), bahwa faktor nutrisi dapat mempengaruhi laju pertumbuhan dan komposisi tubuh yang meliputi distribusi berat.
Kelinci mempunyai bobot hidup 1,189 kg dengan persentase 100%. Ini berarti bahwa umur kelinci di antara 3-7 bulan. Akan tetapi, berat hidup dari kelinci tersebut tidak mempengaruhi nilai keempukannya. Hal ini sesuai dengan pendapat Soeparno (2005) bahwa pada kelinci jantan dan betina, konsumsi pakan dari jenis dan komposisi pakan yang sama dan berat potong atau umur yang berbeda (3-7 bulan) tidak mempengaruhi nilai keempukan daging, tetapi mempengaruhi susut masak dan daya ikat air daging.
Ayam broiler memiliki berat hidup 0,774 kg, ayam kampung 0,752 kg, itik 1,372 kg dan kelinci 1,189 kg. Ini berarti bahwa bangsa ternak sangat mempengaruhi berat hidup masing-masing ternak. Hal ini sesuai dengan pendapat Soeparno (2005) bahwa faktor genetik misalnya bangsa, dimana bangsa ternak dapat menghasilkan karkas dengan karakteristiknya sendiri.
Berat mati pada ayam broiler 0,751 kg dengan persentase 97,02%, ayam kampung 0,728 dengan persentase 96,80%, itik 1,302 kg dengan persentase 94,90% dan kelinci 1,142 kg dengan persentase 96,05%. Ini berarti bahwa berat mati lebih rendah dari berat hidup dalam hal ini mengalami penurunan berat, dari ketiganya mengalami perbedaan berat mati masing-masing ternak dan terlihat itik lebih besar dari ternak lain. Hal ini sesuai dengan pendapat Rasyaf (2002) bahwa dari bentuk ayam yang hidup hingga terwujud daging yang siap masak akan terjadi kehilangan berat hidup kurang lebih 1/3 bagian. Hal ini didukung oleh Soeparno (2005) bahwa berat hidup dapat mempengaruhi berat karkas.
Berat karkas pada ayam broiler 0,538 kg dengan persentase 72,31%, ayam kampung 0,477 kg dengan persentase 63,43%, itik 0,925 kg dengan persentase 67,42% dan kelinci 0,47 kg dengan persentase 39,53%. Ini terlihat bahwa beratnya mengalami penurunan dari berat hidup dan berat mati. Dan terlihat bahwa berat karkas itik lebih besar dibanding ternak yang lain, ini berarti bahwa berat karkas dipengaruhi oleh berat hidup ternak. Hal ini sesuai dengan pendapat Rasyaf (2002) bahwa berat daging yang siap masak nantinya kurang lebih 2/3 bagian dari berat karena bagian bulu, kaki, cakar, leher, kepala, jeroan dan ekor dipisah dari bagian tubuh, dan ditambahkan lagi oleh Soeparno (2005) bahwa berat hidup dapat mempengaruhi berat karkas.
Berat darah pada ayam broiler 0,023 kg dengan persentase 2,97%, ayam kampung 0,024 kg dengan persentase 3,19%, kelinci 0,070 kg dengan persentase 5,10% dan itik dengan berat 0,047 kg dengan persentase 3,95%. Dari data terlihat barat darah itik lebih tinggi dibanding ternak yang lain. Hal ini karena pada kelinci tidak termasuk unggas dan yang menyebabkan berat darahnya lebih tinggi dari yang lain yaitu karena umurnya yang sudah tua, dimana diketahui bahwa pada saat penyembelihan ternak unggas, darah yang keluar secara sempurna sekitar 4% dari berat hidup. Hal ini sesuai dengan pendapat Soeparno (2005) bahwa pada proses penyembelihan jika darah keluar secara sempurna maka beratnya sekitar 4% dari berat hidup.
Berat bulu pada ayam broiler 0,062 kg dengan persentase 8,01%, ayam kampung 0,061 kg dengan persentase 8,11% , itik 0,155 kg dengan persentase 11,30% dan kelinci 0,086 kg dengan persentase 7,23%. Dari keempat data ini semua sesuai dengan persentase bulu, bahkan itik sangat jauh dari yang sebenarnya pada ketentuan persentase bulu. Hal ini tidak sesuai dengan pendapat Murtidjo (1987) bahwa persentase karkas bagian tubuh broiler yaitu pada bagian bulu yaitu sekitar 6,0 %. Hal ini disebabkan karena air panas juga ikut tertimbang, sehingga terjadi kesalahan dalam pengambilan data.
Berat kaki pada ayam broiler 0,046 kg dengan persentase 5,94%, ayam kampung 0,046 kg dengan persentase 6,12%, itik 0,03 kg dengan persentase 2,70% dan kelinci 0,046 kg dengan persentase 3,87%. Dari keempat jenis ternak tersebut diketahui bahwa ayam kampung memiliki persentase yang tertinggi pada berat kakinya. Hal ini dipengaruhi oleh berat hidup pada keempat jenis ternak tersebut. Hal ini tidak sesuai dengan pendapat Murtidjo (1987) yang menyatakan bahwa persentase berat kaki pada ayam broiler 4,5% dan Srigandhono (1996), bahwa berat dan persentase bagian yang dipotong seperti pada kaki yaitu 135 kg sekitar 3,38%.
Berat kepala pada ayam broiler 0,028 kg dengan persentase 3,62%, ayam kampung 0,047 kg dengan persentase 6,25%, itik 0,087 kg dengan persentase 6,34% dan kelinci 0,121 kg dengan persentase 10,18%. Dari ketiga data terlihat bahwa setiap ternak berbeda-beda tergantung bangsa dan spesiesnya (faktor genetik). Hal ini sesuai dengan pendapat Soeparno (2005) yang menyatakan bahwa faktor genetik dan lingkungan dapat mempengaruhi laju pertumbuhan dan komposisi tubuh yang meliputi distribusi berat.
Berat jantung untuk setiap jenis ternak berbeda-beda yaitu pada ayam broiler 0,06 kg dengan persentase 7,75%, ayam kampung 0,006 kg dengan persentase 0,80%, itik 0,013 kg dengan persentase 0,95% dan kelinci 0,09 kg dengan persentase 7,57%. Hal ini menunjukkan bahwa bangsa dapat mempengaruhi proporsi dari jantung dan juga nutrisi yang diberikan. Hal ini sesuai dengan pendapat Soeparno (2005) yang menyatakan bahwa nutrisi dapat mempengaruhi persentase karkas dan bangsa hanya mempengaruhi atau hanya mempunyai pengaruh yang sangat kecil terhadap pertumbuhan relatif non karkas.
Berat gizzard pada ayam broiler 0,02 kg dengan persentase 2,58%, ayam kampung 0,023 kg dengan persentase 3,06%, itik 0,053 kg dengan persentase 3,86% dan kelinci kg dengan persentase %. Terlihat bahwa itik memiliki persentase karkas yang lebih tinggi. Berarti semakin rendah berat hidup akan meningkatkan proporsi dari gizzard. Hal ini sesuai dengan pendapat Soeparno (2005) yang menyatakan bahwa persentase karkas biasanya meningkat sesuai dengan peningkatan berat hidup, tetapi persentase bagian non karkas seperti kulit, darah, lambung, usus kecil dan hati menurun.
Berat hati pada ayam broiler yaitu 0,19 kg dengan persentase 24,55%, ayam kampung 0,026 kg dengan persentase 3,46%, itik 0,035 kg dengan persentase 2,55% dan kelinci 0,03 kg dengan persentase 2,52%. Pada ayam broiler persentasenya lebih tinggi dibandingkan jenis ternak lain, ini berarti bahwa semakin rendah berat hidup akan meningkatkan berat hati. Hal ini sesuai dengan pendapat Soeparno (2005), bahwa persentase karkas meningkat sesuai dengan peningkatan berat hidup, tetapi menurunkan persentase bagian non karkas seperti pada hati.
Berat usus/ saluran pencernaan pada ayam broiler 0,036 kg dengan persentase 4,65%, pada ayam kampung 0,043 kg dengan persentase 5,72%, itik 0,070 kg dengan persentase 5,10% dan kelinci 0,295 kg dengan persentase 24,81%. Terlihat persentase yang lebih tinggi terlihat pada kelinci, hal ini berarti bahwa komposisi nutrisi dan berat hidup sangat mempengaruhi persentase berat selama pencernaan. Hal ini sesuai dengan pendapat Soeparno (2005), bahwa konsumsi nutrisi yang tinggi akan meningkatkan persentase alat pencernaan. Peningkatan berat hidup menurunkan persentase usus kecil.
Berat lemak ayam broiler 0,016 kg, dan pada itik 0,023 kg. Dari data ini terlihat bawah umur dan bobot karkas sangat mempengaruhi persentase lemak pada ayam broiler dan itik. Hal ini sesuai dengan pendapat Amrullah (2002), bahwa untuk umur 8 minggu dengan bobot karkas 1,996 kg dengan persentase lemak abdominal 4,3%.
Berat paha pada ayam broiler, untuk paha atas kiri 0,076 kg dengan persentase 14,13%, paha atas kanan 0,066 dengan persentase 12,27%, untuk paha bawah kiri 0,048 kg dengan persentase 8,92%, seta paha bawah kanan 0,05 kg dengan persentase 9,29%.
Berat paha pada ayam kampung, untuk paha atas kiri 0,048 kg dengan persentase 10,06%, paha atas kanan 0,046 dengan persentase 9,64%, untuk paha bawah kiri 0,044 kg dengan persentase 9,22%, seta paha bawah kanan 0,47 kg dengan persentase 9,85%.
Berat paha pada itik, untuk paha atas kiri 0,049 kg dengan persentase 5,29%, paha atas kanan 0,044 dengan persentase 4,75%, untuk paha bawah kiri 0,055 kg dengan persentase 5,94%, seta paha bawah kanan 0,056 kg dengan persentase 6,05%.
Berat paha pada kelinci, untuk paha atas kiri 0,019 kg dengan persentase 3,83%, paha atas kanan 0,02 dengan persentase 4,26%, untuk paha bawah kiri 0,018 kg dengan persentase 12,96%, seta paha bawah kanan 0,59 kg dengan persentase 12,56%.
Keempat jenis ternak ini memiliki berat dan persentase berat paha yang berbeda-beda, ini disebabkan karena faktor genetik dan lingkungan seperti umur, berat hidup, bangsa, spesies dan lain-lain. Hal ini sesuai dengan pendapat Soeparno (2005), bahwa faktor genetik dan lingkungan mempengaruhi laju pertumbuhan dan komposisi tubuh yang meliputi distribusi berat, dan komposisi kimia komponen karkas.

Berat sayap kiri pada ayam broiler yaitu 0,042 kg dengan persentase 7,81 % dan sayap kanan 0,044 kg dengan persentase 8,18%. Berat sayap kiri dan sayap kanan pada ayam kampung sama yaitu 0,037 kg dengan persentase 7,76%, serta pada itik berat sayap kiri 0,070 kg dengan persentase 7,57% dan sayap kanan 0,071 kg dengan persentase 7,68%. Ketiga unggas ini memiliki berat yang berbeda-beda, ini berarti bahwa persentase berat sayap dipengaruhi oleh bangsa, spesies, umur dan lain-lain. Hal ini sesuai dengan pendapat Soeparno (2005), bahwa faktor genetik dan lingkungan dapat mempengaruhi komposisi tubuh yang meliputi distribusi berat.
Persentase berat dada kanan dan kiri pada ayam broiler yaitu 16,91% dan 14,68%, pada ayam kampung 10,48% dan 13,21%, sedangkan pada itik 14,70% dan 11,02% serta pada kelinci 30% dan 24,04%. Dari keempat jenis ternak, hanya kelinci yang mendekati nilai rata-rata yang ditentukan yaitu sekitar 30% dari bobot karkas, ini disebabkan oleh faktor umur dan berat tubuh. Hal ini sesuai dengan pendapat Soeparno (2005) yang menyatakan bahwa perbedaan komposisi tubuh dan karkas di antara bangsa ternak, terutama disebabkan oleh perbedaan ukuran tubuh dewasa atau perbedaan berat pada saat dewasa.
Keempat jenis ternak ini memiliki berat dan persentase berat dada yang berbeda. Ini disebabkan oleh faktor genetik dan lingkungan seperti umur, berat hidup, bangsa, spesies dan lain-lain. Hal ini sesuai dengan pendapat Soeparno (2005) bahwa faktor genetik dan lingkungan mempengaruhi laju perumbuhan dan komposisi tubuh yang meliputi distribusi berat.

Sebelum dilakukan penyembelihan pada ternak sebaiknya diistirahatkan terlebih dahulu dan tidak diberlakukan pemotongan secara kasar guna memperoleh hasil pemotongan yang lebih baik. Hal ini sesuai dengan pendapat Soeparno (2005) bahwa pemotongan yang baik sebaiknya sebelum disembelih ternak diistirahatkan, tidak diperlakukan secara kasar, tidak mengalami stress dan lain-lain.
Sebelum dilakukan pencabutan bulu pada ternak unggas terlebih dahulu dicelupkan ke dalam air panas, sehingga memperoleh hasil yang baik dan mempermudah proses pencabutan. Hal ini sesuai dengan pendapat Soeparno (2005) bahwa untuk mempermudah pencabutan bulu, unggas dicelupkan kedalam air panas antara 0-80oC selama waktu tertentu.
Pada proses penanganan ternak, dilakukan juga pemberian stimulasi listrik untuk mempercepat proses rigormortis dalam tegangan 40 volt. Hal ini sesuai dengan pendapat Soeparno (2005) bahwa penanganan ternak adalah setelah pemotongan dilakukan pemberian stimulasi listrik yang dapat meningkatkan keempukan daging, menurunkan pH, daging berwarna lebih terang dan memperpendek waktu pencapaian rigormortis. Penggunaan voltasenya tidak melebihi 45 volt sehingga aman dan tidak memerlukan pelindung.






PENUTUP
Kesimpulan
Berdasarkan hasil dan pembahasan yang telah diuraikan maka dipeoleh kesimpulan bahwa :
Komponen-komponen karkas terdiri atas paha, dada, sayap, punggung dan kulit dengan lapisan lemaknya. Selain itu juga ada komponen non karkas terdiri dari kaki, sayap, kepala dan leher. Sedangkan isi dalam meliputi usus, gizzard, hati, jantung dan lain-lain.
Kualitas karkas dipengaruhi oleh faktor sebelum dan sesudah pemotongan. Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi persentase karkas diantaranya adalah bangsa, spesies, jenis kelamin dan umur.
Untuk memperoleh hasil pemotongan yang baik, ternak unggas seperti angsa, ayam, itik dan kalkun sebaiknya diistirahatkan sebelum dipotong.
Pemberian stimulasi listrik setelah pemotongan berfungsi untuk meningkatkan keempukan, menurunkan pH, daging berwarna lebih terang, dan memperpendek waktu mencapai rigormortis. Penggunaan voltase tidak melebihi 45 volt sehingga aman dan tidak memerlukan alat pelindung.
Saran
Sebaiknya peralatan laboratorium misalnya alat stimulasi listrik diperbaiki agar dapat diketahui cara melakukan stimulasi listrik.
Sebaiknya praktek dilakukan di laboratorium yang lebih luas atau praktek dibagi dalam tiga gelombang agar mempermudah jalannya praktikum.

DAFTAR PUSTAKA
Amrullah, I.K. 2002. Nutrisi Ayam Broiler. Lembaga Satu gunung Budi KPP IPB.
Bogor

Anonim. 2002. Identifikasi Ayam Buras. Dinas Peternakan. Ujung Pandang

Abustam, E. 2008. Bahan Ajar Mata Kuliah Abatoir dan Teknik Pemotongan
Ternak. Fakultas Peternakan UH. Makassar

Blakely, J& Bade, D.H. 1998. Ilmu Peternakan. Gadjah Mada University Press,
Yogyakarta

Komandoko, G. 2002. Pemeliharaan Ayam Produksi. Absolut. Yogyakarta

Martono, A. 2003. Mendirikan Usaha Pemotongan Ayam. Penebar Swadaya; Jakarta

Murtidjo, B.A. 1987. Pedoman Beternak Ayam Broiler. Kanisius. Yogyakarta

Murtidjo, B. A. 2002. Beternak Sapi Potong. Kanisius. Yogyakarta

Rasyaf, M. 2002. Pengololaan peternakan Unggas Pedaging. Kanisius. Yogyakarta

Rasyaf, M. 1997. Beternak Ayam Kampung. Penebar Swadaya. Jakarta

Soeparno. 2005. Ilmu dan Teknologi Daging. Gadjah Mada University Press.
Yogyakarta

Srigandono, B. 1996. Produksi Unggas Air. Gadjah Mada University Press.
Yogyakarta

http://chickaholic.wordpress.com/2007/10/27/kualitas-karkas-dan-daging/


http://digilib.itb.ac.id/gdl.php?mod=browse&op=read&id=jiptumm-gdl-res-2002-ir-531jeruk&q=Hidup